Puluhan jurnalis datang dari berbagai media, baik cetak, online, elektronik lalu menanggalkan Id cardnya di kantong plastik sampah, di atasnya lalu ditaburkan bunga dan daun pandan.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes atas kebebasan pers akhir-akhir ini yang banyak mendapat intimidasi dan tekanan dari pihak-pihak tertentu.
Dalam orasinya Koordinator lapangan (Korlap) Koalisi Roemah Jurnalis Sulteng, Elwin Kandabu mengatakan,Tahun 2025 menjadi tahun suram bagi wajah media Indonesia. Gelombang PHK juga terjadi di industri media saat ini. Sementara masih banyak jurnalis yang belum paham tentang pendirian Serikat Pekerja di media tempatnya bekerja.
“Kondisi jurnalis di daerah pun, tidak kalah suramnya. Jurnalis selalu menuntut kerja ekstra tanpa ada perimbangan upah yang didapat. Status para jurnalis kontributor tv nasional maupun media cetak/online tidak jelas pun, semakin menambah suramnya nasib jurnalis di daerah,” kata Elwin
Elwin mengatakan,belum diselesaikan dengan kesejahteraan masih jauh dari kata layak, jurnalis juga harus diperhadapkan dengan situasi saat ini mengekang kebebasan pers, dengan tindakan-tindakan intimidasi, kekerasan fisik dan ancaman lain yang diterima saat menjalankan tugas-tugas jurnistiknya.
Olehnya kata Elwin dalam aksinya membawa poin-poin tuntutan diantaranya mendesaknya perusahaan media berskala besar untuk memberikan upah yang layak kepada pekerja media dan memberikan hak-hak seperti jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan serta cuti hamil dan melahirkan bagi pekerja perempuan.
Selanjutnya meminta perusahaan media nasional TV/Koran/Online/Koran untuk menjadikan jurnalis berstatus kontributor di daerah sebagai karyawan tetap.Tidak menghalang-halangi lahirnya serikat pekerja ataupun melakukan upaya union busting terhadap serikat pekerja.
Kemudian kata Elwin mendesak perusahaan media lokal Sulawesi Tengah mendaftarkan diri untuk verifikasi Dewan Pers sebagai bentuk profesionalisme dalam pengeolaan media. Meminta aparat negara menghentikan cara-cara pembungkaman terhadap jurnalis melalui imtimidasi, kekerasan fisik dan menghalang-halangi tugas jurnalistik.
Lalu mengusut tuntas dan memproses hukum para pelaku mengekang kebebasan pers khususnya melanggar undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tetang pers.Meminta pemerintah daerah melibatkan unsur profesi jurnalis dalam dewan pengupahan, memperhatikan keterlibatan praktisi jurnalis dalam lembaga-lembaga ad-hoc yang berkaitan dengan informasi dan penyiaran,serta mengimplementasikan keterbukaan informasi publik di daerah.
Usai melakukan orasinya ,secara bergantian,ketua organisasi seperti PFI ,IJTI, AJI melakukan orasi. Sebelum seluruh massa aksi unjukrasa beraudiens dengan Wakil Ketua DPRD Sulteng Aristan di Ruang Paripurna.
Dalam audiens mengemuka terkait permasalahan diantaranya terbatasnya akses permintaan informasi dokumen pada organisasi perangkat daerah (OPD) baik tingkat provinsi/kabupaten/Kota.
Turunnya daya kritis rekan-rekan jurnalis pada pemprov/pemda/pemkot, karena di balut adanya kerjasama.
Menyikapi hal tersebut Wakil Ketua DPRD Sulteng Aristan mengatakan atas semua kritikan dan masukkan, akan ditindak lebih lanjut pada perangkat daerah dengan mengagendakan jadwal Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama OPD. ( TIM )