LAMPUNG TIMUR.
Ragamrajawalinusantara.id |
Sengketa antara Subandriyo, warga Desa Muara Gading Mas, Kecamatan Labuhan Maringgai kabupaten Lampung Timur , yang didampingi Yayasan Perlindungan Konsumen Yaperma, melawan Koperasi Unit Desa (KUD) Bina Mina Sejahtera, terus berproses di Pengadilan Negeri Sukadana, Lampung Timur. Hingga kini, mediasi sudah berjalan tiga kali, namun belum membuahkan kesepakatan.
Tuntutan Penggugat
Dalam resume mediasi tanggal 20 Agustus 2025, Subandriyo selaku penggugat meminta:
1. Kompensasi Rp200 juta atas kebisingan dan pencemaran amonia dari pabrik milik koperasi.
2. Kompensasi Rp2 juta per bulan selama pabrik tetap beroperasi.
Penggugat menegaskan hadir dengan itikad baik serta membuka ruang negosiasi, meski tetap meminta jawaban tertulis dari pihak tergugat.
Tanggapan Para Tergugat
Tergugat I (Nuryanto/Ketua KUD Bina Mina Sejahtera) melalui kuasa hukum LBH PWRI menyatakan keberatan membayar kompensasi Rp200 juta. Namun mereka menawarkan membeli tanah dan bangunan milik Subandriyo seharga Rp200 juta, dengan pembayaran sekaligus apabila mediasi berhasil.
Tergugat II (Nur Ali) melalui kuasa hukum Alpha Lawyers & Partners menolak seluruh tuntutan dengan alasan bukan pemilik maupun pengelola KUD Bina Mina Sejahtera, sehingga tidak memiliki tanggung jawab hukum.
Untuk tuntutan kompensasi Rp2 juta per bulan, kedua tergugat sepakat menolak.
Jawaban Balik Penggugat
Pada 4 September 2025, Subandriyo menolak tawaran pembelian tanah senilai Rp200 juta. Menurutnya, tawaran itu jauh dari nilai wajar dan merugikan pihaknya.
Sebagai penguat, penggugat melampirkan Surat Keterangan Harga Tanah yang ditandatangani Kepala Desa Muara Gading Mas, Wahyono, dengan nilai aset tanah, bangunan, dan tambak mencapai Rp2,005 miliar.
“Pabrik yang menimbulkan kebisingan dan pencemaran jelas merugikan masyarakat serta melanggar hak lingkungan hidup yang sehat. Kami tetap membuka ruang negosiasi, tetapi harus sesuai kepatutan dan nilai wajar,” ujar Subandriyo dalam jawaban tertulisnya.
Sementara itu, Ahmad Effendi, salah satu pengurus LPK – YAPERMA Lampung yang mendampingi Subandriyo bersama beberapa pengurus lainnya, menegaskan bahwa perkara ini bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan menyangkut hak masyarakat.
“Kami dari YAPERMA hadir untuk memastikan hak-hak konsumen dan warga sekitar terlindungi. Tawaran harga Rp200 juta yang diajukan tergugat sangat tidak masuk akal bila dibandingkan dengan nilai riil aset. Kami mendorong agar mediasi tetap terbuka, tetapi harus berdasarkan keadilan dan kepatutan, bukan upaya merugikan pihak yang lemah,” tegas Ahmad Effendi.
Majelis hakim mediator PN Sukadana menunda hingga tanggal 10 September 2025,mediasi untuk memberi waktu kepada para pihak mencari titik temu. Jika upaya damai kembali gagal, perkara Nomor: 30/Pdt.G/2025/PN.Sdn ini akan dilanjutkan ke tahap pembuktian dan persidangan terbuka.
Bersambung….