Terungkap! Oknum Kades Mekar Mulya Akui Gunakan Stempel Desa untuk Meyakinkan Warga Soal Pinjaman Pribadi

0:00

RagamRajawaliNusantara.id |

LAMPUNG TIMUR – Dugaan penyalahgunaan wewenang kembali mencuat di wilayah Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur.

Oknum Kepala Desa Mekar Mulya, berinisial MA (Mista Atmaja), diduga sengaja menggunakan stempel resmi Pemerintahan Desa Mekar Mulya dalam urusan pribadi berupa surat pernyataan pinjaman uang kepada Tarjuni warga Giriklopomulyo, kecamatan sekampung., demi meyakinkan bahwa perjanjian tersebut sah dan dapat dipercaya.

Awal Mula kronologis
Hasil pendampingan Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK YAPERMA) DPW Sumbagsel bersama beberapa jurnalis mengungkap bahwa sekitar tahun 2021, MA meminjam seekor sapi dan satu unit sepeda motor milik Tarjuni dengan alasan untuk kepentingan hajatan MA.

Namun dalam surat pernyataan yang dibuat, bentuk pinjaman tersebut diubah menjadi pinjaman uang senilai Rp57 juta.

Surat tersebut dibuat di atas materai, ditandatangani langsung oleh MA, disaksikan oleh Sujarwo dan Wahyudi, serta dibubuhi stempel resmi Pemerintah Desa Mekar Mulya.

Dalam surat pernyataan tersebut, MA berjanji akan melunasi pinjaman setelah pencairan bendungan untuk Desa Mekar Mulya.

Saat dikonfirmasi, MA membenarkan bahwa ia menandatangani dan menggunakan stempel resmi desa dalam surat pinjaman itu.
Menurutnya, penggunaan stempel desa semata-mata agar pihak Tarjuni “lebih yakin”.

“Saya memang yang tandatangan dan pakai stempel itu, supaya dia (Tarjuni) yakin. Tapi itu urusan pribadi, bukan urusan desa,” ujar MA di hadapan awak media.

Namun, ketika ditanya kapan akan melunasi pinjaman tersebut, MA beralasan bahwa surat tidak mencantumkan bulan dan tahun pembayaran, sehingga ia tidak terikat waktu tertentu.

Tunggu saja, kalau saya ada uang pasti saya bayar. Kan di surat itu tidak ada bulan dan tahunnya, jadi sabar saja,” ujarnya lagi.

Dalam pertemuan yang difasilitasi LPK YAPERMA, pihak Tarjuni meminta agar dibuat surat kesepakatan baru (berita acara hasil mediasi) dengan mencantumkan bulan dan tahun pembayaran yang pasti.
Namun MA secara tegas menolak menandatangani surat baru tersebut.

“Saya tidak mau. Yang jelas kalau saya ada uang, saya bayar,” ucapnya singkat.

Sikap ini memperkuat dugaan bahwa MA tidak memiliki itikad baik untuk melunasi kewajibannya, terlebih penggunaan stempel resmi desa pada surat pribadi menunjukkan adanya unsur kesengajaan untuk memanfaatkan jabatan guna meyakinkan pihak lain.

Baca juga Artikel ini:  Sat Samapta Polres Aceh Tamiang Patroli Kota Dengan Bersepeda

Sebagai informasi, Bendungan Margatiga merupakan proyek strategis nasional (PSN) milik negara yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung.
Bendungan ini telah selesai dibangun dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2022.

Dengan demikian, secara logika dan administrasi, tidak benar bila dikatakan “belum cair” karena seluruh dana kegiatan bendungan sudah direalisasikan oleh pemerintah pusat sejak peresmian tersebut.

Baca juga Artikel ini:  Sinergi Wujudkan Ketahanan Pangan, Kapolres Pidie Jaya Tinjau Langsung Ladang Jagung di Bandar Baru

‘Kalimat ‘nanti kalau bendungan sudah cair’ sudah tidak logis lagi, karena proyek itu adalah proyek negara, bukan milik pribadi atau desa. Jadi dalih seperti itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda kewajiban,” tegas Hermansyah, Ketua LPK YAPERMA Sumbagsel.

Ketua LPK YAPERMA DPW Sumbagsel, Hermansyah, menegaskan bahwa tindakan MA patut diduga menyalahgunakan wewenang jabatan dan simbol pemerintahan, serta berpotensi melanggar hukum pidana terkait penipuan.

“Pengakuannya sendiri sudah jelas: stempel digunakan agar warga yakin. Itu menunjukkan ada unsur kesengajaan menggunakan atribut jabatan untuk kepentingan pribadi.

Secara hukum, itu termasuk tindakan menyesatkan dan bisa dikategorikan penipuan,” ujarnya.

Dasar Hukum Dugaan Pelanggaran

1. Pasal 26 ayat (4) huruf a dan e UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Kepala Desa dilarang menyalahgunakan wewenang serta melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat.

2. Permendagri No. 84 Tahun 2015 tentang Struktur Pemerintah Desa
Stempel resmi hanya untuk kegiatan pemerintahan, bukan urusan pribadi.

3. Pasal 17 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Penyalahgunaan wewenang dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

4. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan
Barang siapa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang untuk menyerahkan sesuatu, dipidana paling lama 4 tahun penjara.

Baca juga Artikel ini:  Kapolres Aceh Tamiang Himbau Semua Pihak Tingkatkan Harkamtibmas

5. Pasal 421 KUHP
Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana hingga 2 tahun 8 bulan.

LPK YAPERMA akan segera melayangkan surat somasi resmi kepada MA, dan menembuskan surat tersebut ke Camat Sekampung serta Inspektorat dan bupati Kabupaten Lampung Timur, agar dilakukan pemeriksaan dan pembinaan atas dugaan pelanggaran etika dan jabatan tersebut.

“Kami tidak ingin persoalan ini dianggap remeh. Ini bukan sekadar soal utang, tapi tentang etika pejabat publik yang mencampuradukkan urusan pribadi dengan simbol negara,” tegas Hermansyah.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa jabatan kepala desa bukanlah alat untuk membungkus urusan pribadi dengan simbol pemerintahan.

Pemerintahan desa harus menjunjung tinggi integritas, kejujuran, dan etika pelayanan publik, agar kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara tetap terjaga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *