LAMPUNG TIMUR.
Ragamrajawalinusantara.id |
Program bantuan pengolahan lahan pasca optimasi lahan rawa dari Kementerian Pertanian melalui Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung tahun 2025 untuk Kabupaten Lampung Timur, menuai sorotan. Bantuan senilai Rp900 ribu per hektar yang semestinya diterima petani, diduga tidak utuh sampai ke penerima manfaat.
Investigasi awak media di Desa Adi Luhur, Kecamatan Jabung, Lampung Timur, Kamis 11/09/2025 menemukan dugaan adanya ketidaksesuaian antara juknis program dan realisasi di lapangan.
Salah seorang petani, sebut saja Petruk dari Dusun V Desa Adi Luhur, mengaku hanya menerima Rp135 ribu untuk seperempat hektar sawahnya, beberapa bulan lalu. Ia bahkan membandingkan dengan tahun lalu ketika sawahnya yang setengah hektar masih bisa mendapat Rp300 ribu penuh dari bantuan yang sama.
Sementara itu, petani lain, sebut saja Gareng dari Dusun III, dengan luas sawah setengah hektar hanya mendapat Rp270 ribu. Padahal, tahun sebelumnya dengan luas yang sama ia juga memperoleh Rp300 ribu. Bila dihitung, jumlah bantuan tahun ini setara Rp540 ribu per hektar—lebih rendah dari ketentuan resmi Rp900 ribu per hektar.
“Kalau tahun lalu memang ada bantuan penuh, tapi tahun ini kami belum menerima secara jelas,” ujar salah satu petani lainnya.
Ketua Gapoktan Desa Adi Luhur, Suroso, saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp mengatakan bahwa dana Rp900 ribu per hektar digunakan untuk biaya BBM, ganti oli, sewa alsintan, serta upah operator. Ia juga menegaskan laporan kwitansi sudah disetorkan ke dinas.
Namun, saat pertemuan di sebuah rumah makan wilayah setempat, Suroso hadir bersama lima ketua Gapoktan lainnya dari Kecamatan Jabung, yaitu dari Desa Asahan, Benteng Sari, Mumbang Jaya, Gunung Mekar, dan Desa Adirejo.
Dalam kesempatan itu, Suroso menjelaskan bahwa dari total luas 366 hektar untuk Desa Adi Luhur sendiri dana bantuan akhirnya “dibagi rata” antar kelompok tani.
“Daripada nanti berkesinambungan endingnya gak enak, akhirnya kami sepakat dibagi rata. Jadi muncul angka segitu,” jelas Suroso.
Zaenudin, Ketua LSM PBSR (Perkumpulan Basar Solidaritas Rakyat) Provinsi Lampung, yang hadir bersama tim investigasi, menegaskan bahwa pola pembagian tersebut menyalahi aturan.
“Dana ini sudah jelas peruntukannya, Rp900 ribu per hektar. Tidak boleh ada kesepakatan sepihak untuk membagi rata, karena ini anggaran negara yang harus diterima langsung oleh petani sesuai juknis. Jika ada yang mengubah mekanisme penyaluran, itu sudah masuk dugaan penyimpangan,” tegas Zaenudin.
Ia menambahkan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan dinas terkait, dan bila ditemukan unsur pidana, kasus ini akan dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH). “Kami minta APH bersikap tegas dalam hal ini,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut salah seorang ketua Gapoktan, Kukuh dari Desa Mumbang Jaya, bahkan mengakui adanya kekeliruan dan meminta solusi kepada LSM PBSR.
“Kami minta solusi, bagaimana sebaiknya, karena kami memang melakukan suatu kesalahan,” ungkap Kukuh.
Menanggapi hal itu, Zaenudin menegaskan satu-satunya jalan adalah mengembalikan hak petani.
“Kalau ada kesalahan, ya kembalikan bantuan itu kepada petani sesuai ketentuan,” tegasnya.
Program bantuan yang dimaksudkan untuk meringankan beban petani justru menyisakan persoalan di Kecamatan Jabung. Dugaan praktik pemotongan bantuan oleh sejumlah ketua Gapoktan di desa-desa Kecamatan Jabung harus segera ditindaklanjuti.
Potensi Jerat Hukum
Apabila benar ditemukan adanya unsur pidana, maka dugaan pelanggaran yang bisa menjerat para pihak yang terlibat:
Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
Pasal 372 KUHP: penggelapan dalam jabatan.
Pasal 374 KUHP: penyalahgunaan dana yang dipercayakan.
LSM PBSR mendesak dinas terkait untuk bertindak tegas, dan meminta Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan mengusut dugaan praktik pemotongan bantuan petani di Kecamatan Jabung.
Bersambung…